Kondisi pertama mendapati imam sudah rukuk maka dia harus ikut ruku' bersama imam dengan dua kali takbir yaitu takbiratul ihram kemudian dia berhenti, lalu takbir untuk ruku' ketika dia membungkukkan badannya. Dalam keadaan seperti ini, dia tidak usah membaca doa iftitah dan Al-Fatihah karena sempitnya waktu.
Dalam hal ini dia terhitung mendapat satu raka'at. Hal ini berdasarkan hadits Abu Bakrah As-Saqafi Radhiyallahu'anhu di dalam Shahih Bukhari.
"Bahwa pada suatu hari dia masuk masjid dan Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam (beserta para jama'ah) sedang ruku'. Lalu Abu Bakrah Radhiyallahu'anhu ruku' sebelum sampai shaf. Kemudian (sambil ruku') dia berjalan menuju shaf. (setelah selesai shalat) Nabi bersabda kepadanya ; Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala menambah semangatmu (dalam kebaikan) tapi jangan diulang lagi" [HR Abu Dawud : 586]
Dan ternyata Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menyuruh Abu Bakrah Radhiyallahu'anhu menambah satu rakaat lagi. Hal ini menunjukkan bahwa orang yang masuk dalam shalat jama'ah ketika imam sedang ruku', dia dihitung mendapat satu raka'at. Dan juga menunjukkan bahwa kita tidak boleh ruku' sendirian di belakang shaf. Tapi harus masuk dulu ke dalam shaf, baru kita ruku', walaupun hal ini bisa menyebabkan kita tertinggal (dari ruku'nya imam). Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam kepada Abu Bakrah Radhiyallahu'anhu.
Kondisi kedua: mendapati imam sudah sujud sampai ia berdiri lagi. Dalam kondisi seperti ini dia harus ikut sujud bersama imam dengan dua kali takbir yaitu takbiratul ihram kemudian dia berhenti, lalu takbir kedua untuk sujud. Dalam keadaan seperti ini dia dianggap telah ketinggalan raka'at bersama imam dan wajib baginya untuk melengkapi kekurangan jumlah roka'at sholatnya..
Kondisi ketiga: mendapati imam sudah tasyahhud akhir maka dalam kondisi seperti ini dirinci lagi hukumnya, apakah dia ikut duduk tasyahhud akhir (duduk tawarruk) bersama imam ataukah ia hanya duduk tasyahhud awal (duduk iftirasy)?
Untuk sholat dua raka’at:
Hadits dari ‘Abdullah bin Zubair, beliau berkata :
“Adalah Rasulullah apabila beliau duduk dalam dua raka’at, beliau menghamparkan kaki kirinya dan menegakkan yang kanan dan meletakkan ibu jarinya di atas jari tengah dan beliau berisyarat dengan telunjuknya dan beliau meletakkan telapak tangan kirinya di atas paha kirinya dan telapak tangan kirinya menggenggam lututnya”. (Dikeluarkan oleh Ibnu Hibban -sebagaimana dalam Al-Ihsan 5/370 no.1943- dengan sanad yang hasan)
Hadits dari Wail bin Hujr :
“Dan apabila ia duduk dalam dua raka’at beliau membaringkan kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya dan beliau meletakkan tangan kanannya di atas paha kanannya dan menegakkan jarinya untuk doa dan meletakkan tangan kirinya di atas paha kirinya …”. (Dikeluarkan oleh An-Nasai 2/586-587 no.1158 dengan sanad yang shohih)
Untuk sholat lebih dari dua raka’at:
Hadits dari Abu Humaid As-Sa’idy yang mana beliau menceritakan sifat sholat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di hadapan sepuluh orang shohabat dan mereka membenarkannya. Hadits Abu Humaid ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhory no.794, beliau berkata :
“Dan apabila beliau duduk pada dua raka’at, beliau duduk di atas kaki kirinya dan menegakkan yang kanan. Kemudian apabila beliau duduk di raka’at terakhir, beliau memajukan kaki kirinya dan menegakkan kaki yang lainnya dan beliau duduk di atas tempat duduknya”.
Kemudian untuk makmum masbuk maka dirinci sebagai berikut:
1. Masbuk pada sholat dua rakaat maka duduknya hanya iftirasy.
2. Masbuk dalam sholat yang lebih dari dua rakaat dan imam sudah duduk tasyahud akhir, maka ada dua kemungkinan:
· Makmum tertinggal dua rakaat atau lebih. Maka dalam kondisi ini makmum iftirasy dan tidak mengikuti imam, mengingat bahwa Nabi saat sholat dua rakaat duduk dengan iftirasy.
· Makmum tertinggal satu rakaat maka posisi duduknya adalah tawarruk sama dengan imamnya sebagaimana cara Nabi dalam sholat yang lebih dari dua rakaat.
Syaikh Muqbil Al-Wadi’i rahimahullah mengatakan, “Ada sebagian orang berpendapat kalau seorang masbuk dua rakaat dan mendapati imam duduk terakhir maka makmum duduk tawarruk seperti posisi duduk imam dengan dalil hadits dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim: “Imam itu diangkat hanya untuk diikuti”, tapi yang tampak bagiku masbuk tersebut tetap duduk iftirasy.” (Diringkas dari Majalah An-Nashihah vol. 01 th I/1422 H hal 2-5).
Dalam Syarah Al Mumthi’ 2/312-313, Syaikh Al Utsaimin menyatakan bahwa tidak ada kewajiban mengikuti dalam gerakan sholat yang tidak menyebabkan makmum mendahului atau terlambat dari imam.