The Journey
Selamat Datang ! Suatu kehormatan bagi the Journey atas kunjungan ini. Semoga mendapat sesuatu yang bermanfaat di Blog ini
daftar isi
Kamis, 24 Maret 2011
Takut
Sobat, rasa takut pasti kita punya. Entah takut pada setan, pada gelap, pada ular, kucing, pada Tuhan atau yang lainnya. Yang jelas rasa takut ada pada diri kita. Tapi tahukah sobat darimana datangnya rasa takut itu ? sejak kapan kita merasa takut ? atau kapankah pertama kali kita merasa takut ?. hmmm…mungkin kita lupa ya..tulisan saya ini akan membicarakan rasa takut, dan cerita experiment ilmiah tentang rasa takut, jenis-jenisnya dan sebenarnya kapan kita harus takut dan sebaliknya.
Sobat saya pernah menonton sebuah tayangan experiment yang dilakukan oleh para ahli di Eropa mengenai rasa takut pada bayi. Di awali dengan narasi bahwa sebenarnya sejak awal manusia diciptakan dengan kasih sayang. Ya, kita lahir karena kasih sayang orang tua kita. Dan Tuhan pun memberikan kasih sayangnya kepada orang tua dengan meniupkan ruh jabang bayi pada rahim ibu kita. Sehingga sebenarnya rasa kasih sayang ini sudah built in ada pada diri kita sejak kecil. Sehingga para ahli menyimpulkan rasa takut belum ada pada bayi kecil. Namun justru orang tua, kerabat atau lingkungan sekitarnya lah yang memasukkan rasa takut pada bayi.
Dalam experiment tersebut bayi akan dimasukkan ke dalam sebuah ruangan kaca dengan ibunya diluar. Sehingga ibu dan bayinya bisa saling melihat. Bayi di dalam dan ibu di luar. Kemudian ada seekor ular yang dimasukkan ke dalam ruangan. Tentunya ular tersebut sudah diambil bisanya dan sudah di “tumpulkan” ketajamannya. Sehingga secara medis tidak berbahaya bagi si bayi. Dan hal ini sudah di informasikan kepada ibu yang mengikuti experiment tersebut. Namun walaupun begitu namanya seorang ibu ia tetap khawatir.
Orang pertama yang memberikan kasih sayang pada bayi adalah ibu. Dengan sentuhannya, atau pada saat ibu meneteki bayi, tidak hanya mengalirkan ASI yang penuh gizi, namun juga mengalirkan rasa kasih sayang yang kuat. Lihatlah sambil meneteki, ibu biasanya sambil bernyanyi riang. Bayinya pun tidur terlelap dalam dekapan kasih sayang yang hangat. Oleh karena itu saat menyentuh, melihat ataupun merasa sesuatu atau benda yang baru, biasanya bayi akan melirik ibunya yang tidak jauh darinya. Jika raut muka ibu menunjukkan rasa takut, khawatir, gelisah, maka biasanya bayi akan mengurungkan niat atau bahkan menangis.
Hal yang sama ketika bayi ingin menyentuh ular yang telah dimasukkan ke dalam ruang kaca. Ia melihat pada ibunya. Pada experiment pertama dengan ibu yang khawatir dan gelisah. Sambil geleng-geleng kepala ibu ini seakan menunjukan bahwa ular itu berbahaya pada bayinya. Bayi pun menangis meraung raung. Bagi ular ini adalah sebuah ancaman, maka ular pun mematuk bayi itu. Beberapa kali dicoba dengan pasangan ibu-bayi berbeda. Namun sang ibu terlalu khawatir, sehingga sang bayi dipatuk ular, maka tangisan bayi semakin menjadi-jadi. Dan ularpun semakin ganas.
Tiba pada experiment dimana ibu ini sangat tenang. Saat bayinya melihat kearah dia sebelum menyentuh ular ibu ini tersenyum dan ekspresi wajahnya gembira. Maka tanpa rasa takut sang bayipun memegang ular dengan tertawa. Memainkannya. Bagi ular sang bayi ini bukanlah ancaman. Maka ularpun hanya mencoba menghindar, berlalu. 5 tahun kemudian bayi ini sudah menjadi anak-anak, dan dia bisa memerankan sebagai pawang binatang !!. sedikitpun tidak ada rasa takut saat bermain dengan ular, harimau, atau singa.
Sobat, experiment tadi membuktikan bahwa sebenarnya Tuhan hanya memberikan rasa kasih sayang (genrenya bahagia, coba baca tulisan saya yang bertema “menemukan tombol kebahagiaan”), bahagia dan kedamaian sewaktu meniupkan ruh pada bayi dalam rahim. Adanya rasa takut (genrenya kecewa), sedih, iri, atau dengki itu adalah akibat informasi yang didapat dari orang tua, kakak, media, atau lingkungan sekitar. Ingatlah bahwa pada saat anak berusia 4-6 tahun, daya serap otaknya sangat maksimal. Sehingga dia sangat mudah menerima informasi, apakah itu informasi yang baik atau buruk.
Sehingga saat kita sudah remaja, dewasa maka saat kita takut dengan setan, gelap, atau apalah, itu karena sebelumnya kita mendapat informasi (seperti di televisi, media) bahwa setan itu menakutkan, wajahnya sangat buruk, punggungnya berlubang, dll. sangat menakutkan. Padahal belum tentu informasi itu benar. Namun masyarakat sudah terkadung teropinikan begitu.
Yang ingin saya sampaikan sebenarnya adalah bahwa kita sekarang terkadang takut terlalu berlebihan terhadap sesuatu yang biasa, namun yang seharusnya kita takuti; yang selanjutnya menghasilkan sikap tunduk, malah tidak.
Ya, terkadang kita takut terhadap makhluk terlalu berlebih, tidak wajar. Tapi kita justru kurang atau bahkan tidak takut kepada zat yang menciptakan makhluk, yaitu Allah.
Saya membagi orang takut ada 4 :
1. Takutnya seorag pengecut (coward / chicken wuss)
2. Takutnya seorang pedagang
3. Takut karena kesadaran
4. Takut karena keyakinan
Orang pengecut kadang dia berani kalau bersama orang banyak, namun sebenarnya dia tidak berani sendiri. Biasanya orang seperti ini diliputi rasa gelisah, cemas, karena takut. Entah takut yang dibuat-buat, takut berbuat salah, takut mengatakan yang benar adalah benar, dsb. Tentunya rasa takut akan lebih besar tatkala bertemu dengan atasan, bos, atau sebagainya. Ketakutan mereka kadang diluar batas, tidak wajar. Dan tahukah kawan, bahwasanya orang-orang semacam ini ternyata banyak dikalangan kita.
Takut yang kedua adalah seperti pedagang, takut rugi. Ya, hal yang paling ditakuti oleh pedagang adalah rugi. orang-orang semacam ini nantinya akan menghitung untung rugi segala peraturan yang menimpanya. Maka kalau takutnya tidak menghasilkan untung maka mungkin dia akan keluar dari sistem. Orang-orang semacam ini juga banyak disekitar kita.
Takut yang ketiga, karena kesadarannya karena tahu bahwa rasa takut yang timbul baik dari peraturan, dari orang yang lebih tinggi pangkatnya, dapat menghindarkan dia, ataupun orang-orang disekitarnya dari mara bahaya, kecelakaan, atau mempermudah ia mendapatkan yang ia inginkan. Kita ambil contoh mereka yang melintas di perempatan jalan raya. Ada rambu lalu lintas disana. Tentunya bagi mereka yang sadar (bukan nekat loh) mereka tidak akan melintas saat lampunya merah. Ada atau tidak ada polisi. Coba kalau setiap orang berpikiran “toh ga ada polisi, terobos saja” maka bisa dibayangkan kecelakaan pasti terjadi. Oran-orang yang mempunyai rasa takut seperti ini jumlahnya juga banyak.
Takut yang terakhir adalah karena keyakinan. Rasa takut inilah yang sekarang hampir punah. Takut karena keyakinan akan menghasilkan sikap yang tunduk, pasrah terhadap segala sesuatu aturan yang telah berlaku. Yakin bahwa segala sesuatu didunia ini pasti ada yang mengatur. Maha Mengatur. Dialah Allah SWT. Walaupun ada ataupun tidak ada atasan, guru, bos, atau orang lain maka sikap orang seperti ini akan tetap sama. Mereka tidak akan melanggar aturan. Karena ada yang melihat. Sang Maha Melihat. Orang-orang yang seperti ini pasti berpikiran bahwa disetiap langkah, setiap aktivitas dan perbuatan pasti akan dimintai tanggung jawab nantinya. Oleh karena itu, akan menimbulkan sikap positif dalam menghadapi hidup, dinamis, pantang menyerah dan percaya bahwa setiap usaha dan tetesan keringat hasil kerjanya pasti akan berbalas. Oleh yang Maha Membalas.
Saya katakan diatas rasa takut seperti ini hampir punah, karena masyarakat sekarang takutnya karena makhluk (setan, pocong, kuntilanak, dll). Media elektronik sangat “membantu” untuk urusan ini. Lihatlah film-film mengenai setan dan konco-konconya sangat laris manis. Bos pemilik film seakan memberikan gambaran di otak masyarakat bahwa setanlah yang pantas ditakuti. Masyarakatpun lupa dengan zat yang jauh lebih pantas untuk ditakuti. Namun sekarang malah terbalik. Kita lebih takut pada makhluk daripada zat yag mencitaptakan makhluk. Liat aja mereka yangberpacaran disemak-semak. Orang yang paling di takuti adalah Satpol PP. kenapa saat bermaksiat, tidak takut sama Allah. Atau pada saat ada murid sedang ngerpek, maka makhluk yang paling di takuti adalah guru. Bukan Allah. Seandainya mereka takut karena yakin, maka ada atau tidak Satpol PP, guru, dsb mereka akan berpikir berkali-kali untuk melanggar aturan.
Pertanyaan terakhir saya, kira-kira rasa takut anda seperti apa ? seperti penakut, pedagang, atau takut karena sadar dan yakin ?. Anda sendiri yang bisa menjawabnya.